KUE BANDUNG PENGANTAR CINTA
SMP
Putra Dewa awal tahun pelajaran. Murid-murid terlihat gembira memasuki gerbang
sekolah dengan tas dan sepatu baru mereka. Terlihat juga murid-murid berseragam
SD memasuki gerbang SMP Putra Dewa. Siapakah mereka? Mengapa murid-murid berseragam SD itu memasuki SMP Putra Dewa? Ohh ternyata mereka adalah murid-murid
baru SMP Putra Dewa yang
sedang melaksanakan Masa Orientasi Sekolah atau lebih dikenal MOS. Kegiatan
pembelajaran diawali dengan upacara bendera. Setelah upacara bendera selesai,
Kepala SMP Putra Dewa meresmikan dilaksanakannya MOS SMP Putra Dewa tahun 2012.
Lalu peserta MOS memakai atribut mereka.
Selesai
upacara bendera dan
peresmian peserta MOS 2012, murid-murid kembali ke kelas
mereka masing-masing. Bagi peserta MOS belum bisa mengikuti pelajaran seperti
murid kelas VIII dan IX, tetapi masih dalam masa pengenalan sekolah yang akan
dibimbing oleh pengurus OSIS.
Ara, Vivi, dan Bintang adalah pengurus OSIS yang mendapat jatah untuk
membimbing peserta MOS di gugus III. Pertama-tama, Ara, Vivi, dan Bintang berkenalan
dengan semua peserta MOS di gugus III. Ketika berkenalan Ara merasa ada yang berbeda dengan
salah satu peserta di gugus
III. Anak itu selalu memperhatikan
Ara daripada Vivi dan
Bintang.
Lalu Ara menghampiri dan berkenalan dengan anak yang selalu memperhatikannya
itu.
“
Siapa namamu Dek?”
sapa Ara.
“Aku
Deva Kak, Kakak?” tanya
Deva.
“Aku
Ara.”
Tetapi
Ara tidak terlalu memikirkan
anak aneh itu. Ia berpikir mungkin Deva memperhatikannya karena ia cantik atau
manis. Hahahaa… pede banget Si
Ara!
Setelah
cukup lama berkenalan dan bercerita tentang SMP Putra Dewa dengan peserta MOS
gugus III, bel istirahat pun berbunyi. Semua anak langsung keluar kelas. Tetapi mereka keluar bukan untuk membeli makanan di kantin, melainkan
untuk meminta tanda tangan para
pengurus OSIS. Itu adalah salah satu kebiasaan ketika MOS di SMP Putra Dewa.
Ketika Ara sedang duduk dibawah pohon sambil menikmati gorangan Mbak Inul, tiba-tiba
terdengar teriakan seseorang memanggilnya.
“Kak
Ara!” teriak Deva.
Kemudian
Ara pun mencari asal suara itu. Ternyata yang memanggilnya adalah Deva, salah
satu peserta MOS gugus III. Deva ingin meminta tanda tangan kepada Ara.
“Iya,
ada apa Dek?” tanya
Ara.
“Kak,
minta tanda tangannya dong,”
pinta Deva
“Boleh
Dek, tapi ada syaratnya.”
“Apa
Kak?” tanya Deva
bersemangat.
“Jawab
pertanyaan ini. Dimana Ibu Kota Afganistan?”
“
Kabul,” Jawab Deva.
“Hemm..
benar. Mana kertasnya?”
“Ini
Kak, makasih ya Kak,”
Deva menyodorkan kertasnya,
“Iya
sama-sama.”
Bel
berbunyi kembali, ini berarti waktu istirahat telah usai. Ara, Vivi, dan Bintang kembali ke ruang
gugus III. Kali ini mereka mengajak peserta MOS untuk bermain. Permainanya
adalah memindahkan kertas dengan sedotan. Ada 2 kelompok dalam permainan ini.
Kelompok pertama baranggotakan Deva, Dimas, dan Lugas, akan melawan kelompok 2,
yang beranggotakan Ajeng, Anjar, dan Oliv.
“Satu,
dua, tiga, mulai!” Bintang memulai permainan.
Kemudian
2 kelompok itu berlomba-lomba memindahkan kertas. Dua menit pun berlalu,
permainan telah usai.
“Lima,
empat, tiga, dua, satu, selesai!” Bintang mengakhiri permainan.
Vivi
menghitung banyaknya kertas yang berhasil dipindahkan oleh kelompok Ajeng, Anjar, dan Oliv. Ara
menghitung milik kelompok Deva. Jumlah paling banyak adalah kelompok Deva. Jadi
pemenangnya adalah Deva dan kawan-kawan.
“Horee!!”
teriak kelompok Deva.
Adzan
Dhuhur telah berkumandang. Ara, Vivi, Bagus, dan peserta MOS lalu menghentikan
permainanya dan bergegas ke mushola unutk sholat berjamaah. Selesai sholat
mereka pun pulang.
Hari
kedua MOS, Ara, Vivi, Bagus mengajak peserta MOS gugus III keliling SMP Putra
Dewa untuk mengenalkan ruangan-ruangan di sekolah itu. Lalu kegiatan berlanjur
seperti biasanya.
Hari
ketiga, ini adalah hari terakhir MOS. Acara hari ketiga adalah pentas seni dan pengesahan peserta MOS
menjadi murid SMP Putra Dewa. Pentas seni pun berlangsung dengan sangat meriah.
Semua orang di dalam aula berjoget bersama ketia ketua OSIS SMP Putra Dewa, Sintya
menyanyi sebuah lagu dangdut. Setelah pentas seni selesai, kepala SMP Putra
Dewa secara resmi mengesahkan peserta MOS
menjadi murid SMP Putra Dewa.
“Horee!!!”
teriak seluruh siswa baru SMP Putra Dewa
sembari melepas atribut mereka.
Acara
selesai, kemudian semuanya pulang.
Ara
duduk di depan gerbang sekolah menunggu ayahnya. Tiba-tiba seseorang duduk
disebelah Ara. Ternyata orang itu adalah Deva. Deva berniat meminta nomor HP
Ara.
“Belum
pulang Kak?” tegur Deva
“Iya
nih, lagi nunggu jemputan.” jawab
Ara.
“Ohh…
Kak
aku boleh minta nomor HP Kakak
enggak?”
“Buat
apa?” tanya Ara.
“Ya
biar lebih akrab aja Kak.”
“Oke,
boleh deh.”
Malamnya,
HP Ara berbunyi, nomor tak dikenal menelponnya. Lalu Ara mengangkat telpon itu.
“Hallo,
siapa ya?” tanya
Ara.
“Ini
aku Kak, Deva,”
jawab si penelpon.
“Oh
kamu Deva, ada apa malam-malam telpon?” tanya
Ara heran.
“Enggak
apa-apa Kak, kepingin coba nomor Kakak saja.”
“Iya
deh.”
“Kak,
aku lagi buat kue bandung nih. Kakak mau enggak? Kalau mau besok di sekolah aku
bawain.”
“Ya
boleh juga. Aku penasaran dengan kue bandung buatanmu.”
“Oke
Kak. Sampai ketemu besok
Kak.”
Paginya
mereka bersekolah seperti biasa. Para pengurus OSIS tidak masuk ke ruang kelas
VII lagi karena MOS telah usai. Ketika istirahat, terliha Deva berjalan menuju
kelas Ara, di kelas IXH.
“Kak
Ara!” Deva memanggil Ara.
“Oh
iya Deva,”
lalu Ara keluar.
Mereka
berdua duduk di bangku depan kelas IXH.
“Ini
Kak kue bandungnya. Enak enggak Kak?” Deva memberikan kuenya kepada Ara.
“Hemm..
enak kok. Enggak nyangka kamu bisa buat kue seenak ini,” jawab
Ara sambil menikmati kue itu.
“Kak..
aku mau bilang sesuatu nih.”
“Apa?
Bilang saja.”
“Tapi
Kakak jangan marah ya?” pinta
Deva.
“Iya,
janji.”
“Sebenarnya
aku suka sama Kakak, sejak
pertama kali Kakak menjadi wali gugus III,” kata Deva dengan wajah yang memerah.
“Kakak
mau enggak jadi pacar aku? tanya
Deva.
Ara
jadi salah tingkah enggak karuan.
Dia bingung harus menjawab
apa. Ara tidak
menyangka Deva mengungkapkan isi hatinya kepada Ara. Ternyata perhatian Deva ketika pertama
kali bertemu Ara mengandung arti. Bukan sekadar perhatian biasa.
“Maaf
Dek, tapi kita kan masih kecil. Belum boleh pacaran. Mending kita fokus sama
pelajaran dan lebih baik kita bersahabat saja,” jawab
Ara dengan lembut.
“Ohh,
baiklah Kak. Kita bersahabat saja.”
“Iya,
makasih ya kue bandungnya. Kapan-kapan aku mau lagi dibuatin kue bandung.”
“Siap
Kak! Kapanpun Kakak pingin, pasti aku buatin,” jawab
Deva penuh semangat.
Akhirnya
mereka berdua bersahabat
dan
hidup bahagia.
Bagi
anak sekolah, persahabatan memang lebih baik dan lebih indah daripada kita
harus berurusan dengan masalah pacaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar