Perlawanan
rakyat Indonesia
terhadap
pemerintah kolonial Belanda
by: yuntri kristanti
Pemerintahan kolonial Belanda tidak begitu
memperhatikan kepentingan rakyat Indonesia,bahkan dengan praktik – praktiknya
menyebabkan rakyat Indonesia sangat menderita. Akhirnya menimbulkan perlawanan, baik
berupa perlawanan besar, pemberontakan, dan protes.
Diantaranya :
ü Perlawanan
pattimura,
ü Perang
padri,
ü Perang
diponegoro,
ü Perang
bali,
ü Perang
banjar,
ü Perang
aceh,
ü Perang
Tapanuli / Batak ( 1878 – 1907 )
Penyebab terjadinya
perang ini adalah :
- Raja
Si Singamangaraja xii menentang dan menolak daerah kekuasaannya di
Tapanuli Selatan di kuasai Belanda.
- Belanda
ingin mewujudkan Pax Netherlandica ( menguasai seluruh Hindia Belanda)
Karena igin mewujudkan Pax Netherlandica, yang
dilakukan Belanda adalah dengan berlindung di balik zending yang mengembangkan agama Kristen,
dengan menempatkan pasukannya di Tarutung.
-
Pada bulan Februari 1878, Si Singamangaraja xii melancarkan
serangannya terhadap pos pasukan Belanda di Bahal Batu, dekat Tarutung (
Tapanuli Utara ).
-
Pertempuran meluas sampai ke daerah Buntur, Balige, Si
Borang-Borang, dan Lumban Julu. Pertempuran berlangsung selama 7 tahun.
-
Karena kekurangan persenjataan, akhirnya Si
Singamangaraja xii semakin terdesak.
-
Dalam keadaan yang lemah, beliau pun kembali melakukan perlawanan.
Pada saat itu juga Si Singamangaraja xii, dan seorang
putrinya, Lapian serta dua putranya, Sultan Nagari, dan Patuan Anggi, gugur.
Maka, seluruh daerah Batak jatuh ketangan Belanda……!!!!!
Perlawanan di Lombok (1894)
•
Raja
Lombok melakukan perlawanan karena dituntut menyerahkan putranya dan mengakui
Belanda sebagai perantara menyelesaikan perselisihan raja dengan orang Sasak.
•
Dalam pertempuran ini, seorang pimpinan
Belanda Jenderal Van Ham tewas.
•
Akhirnya, Lombok berhasil dikuasai pemerintah Hindia
belanda.
•
Tercatat dalam perang itu, Belanda mengalami kerugian
yang paling besar di antara perang-perang lain di Indonesia.
•
Hal ini dicatat
langsung oleh saksi mata, C. Coeln dan dibukukan di negerinya dalam bahasa
Inggris.
•
Ternyata, kebesaran perang Lombok lenyap,
tidak diapresiasi oleh generasi selanjutnya untuk sertamerta menghargai
perjuangan para pahlawan pembela tanah air yang gugur membela tanah Lombok dari
tangan penjajah. Karena sampai sekarang belum ada nama pahlawan yang dapat
diajukan secara resmi untuk dijadikan pahlawan nasional.
PERANG
BONE
Terjadinya
perlawanan rakyat Sulawesi Selatan terhadap Belanda dikarenakan Belanda
bermaksud ingin menghancurkan kekuasaan kerajaan yang belum mengakui kekuasaan
Belanda di Sulawesi Selatan.
Belanda pernah
melancarkan ekspedisi ke Bone pada tahun 1824 dan 1825, dan pada tahun 1838, perjanjian Bungaya
diperbaharui.
Hubungan perdagangan antara Makassar-Singapura mulai berkembang. Di pantai barat Sulawesi, penduduk Bugis yang tinggal di sana mulai membangkang meskipun sudah berulang kali Gubernur Sulawesi dan Taklukannya memprotes; GubJend. Jan Jacob Rochussen mengunjungi Bone pada tahun 1849 namun tidak berhasil mengakhiri ketegangan yang sedang terjadi.
Atas hal ini, ia menulis dalam sebuah laporan bahwa perang dengan Bone akan dikumandangkan sebentar lagi karena orang Bone harus menisbatkan politik damai dari pemerintah atas kelemahan itu dan menunjukkan keinginan menguasai suatu tempat di Teluk Bone, agar negeri itu tetap mudah dikendalikan.
Hubungan perdagangan antara Makassar-Singapura mulai berkembang. Di pantai barat Sulawesi, penduduk Bugis yang tinggal di sana mulai membangkang meskipun sudah berulang kali Gubernur Sulawesi dan Taklukannya memprotes; GubJend. Jan Jacob Rochussen mengunjungi Bone pada tahun 1849 namun tidak berhasil mengakhiri ketegangan yang sedang terjadi.
Atas hal ini, ia menulis dalam sebuah laporan bahwa perang dengan Bone akan dikumandangkan sebentar lagi karena orang Bone harus menisbatkan politik damai dari pemerintah atas kelemahan itu dan menunjukkan keinginan menguasai suatu tempat di Teluk Bone, agar negeri itu tetap mudah dikendalikan.
Ekspedisi besar-besaran dilancarkan di bawah pimpinan MayJend. Jozef van Geen di saat
bersamaan ia diangkat sebagai Komisaris Pertama Urusan Celebes dan Tobias dan
Van Schelle, pegawai negeri sipil, disertakan untuk membantunya.
Pasukan ekspedisi itu terdiri atas 4.100 orang, di
mana 2.200 adalah serdadu, 1.100
pasukan dari Sumenep dan 800
jiwa dari pasukan penolong dari sejumlah negeri di Sulawesi yang menjadi antek
Belanda; armada tersebut dipimpin oleh Kapt.
Pietersen dan terdiri atas 7 kapal perang, 3
perahu meriam dan perahu panjang bersenjata.
Pada tanggal 20 Januari 1825, Van Geen menerima
jabatan komando tinggi dan seminggu kemudian tibalah kapal Louisa bersama komandan dan staf dari Makassar.
Teluk Bone
dipelajari dengan baik dan pantainya dijelajahi. Dengan letak seperti itu,
taruna kelas I ,Jan Carel
Josephus van Speijk
menandainya.
Ekspedisi berlanjut ke Bantaeng dan Bulukumba dan
semua benteng ditaklukkan, armada tersebut melanjutkan perjalanan ke Bone, di
mana angkatan Bone telah berkumpul di Sinjai.
Sekarang serangan di sayap (dipimpin oleh May.
Gey van Pittius) dilancarkan, dan orang Bone dihalau,
namun berkelompok di mana-mana dan menebar ancaman untuk memotong jalur pulang,
barulah mereka dapat dihalau oleh panah api dari
perahu-perahu yang dipimpin oleh Zoutman.
Selanjutnya terjadi serangkaian ekspedisi pengintaian
dan penyebuan dan pada tanggal 18 Februari
serangan ditujukan ke ibukota Bone
namun gerakan ini terpecah di tengah jalan karena daerah itu tak dapat
ditembus. Steinmetz terkena tembakan di lengan dan komando harus
dialihkan ke tangan kolonel infanteri Jacobus Antony Waleson,
sementara LetKol.
Kellerman diangkat sebagai wakil komandan. Dengan berbagai kesulitan itu,
pasukan berjalan ke kampung Lona; berkali-kali serangan ke ibukota tertunda
akibat cuaca buruk namun akhirnya serangan berlalu pada tanggal 28 Februari dan
tiba di ibukota yang sudah dikosongkan oleh penduduknya. Pengintaian daerah itu
dilakukan, namun tak menemukan musuh dan pasukan kembali ke Bajoe, dan di sini
didirikan pertahanan tetap.
Pada tanggal 29 Maret keadaan begitu
gawat karena penyakit sehingga ekspedisi
mulai dipertimbangkan untuk dihentikan. Penyakit kolera juga mulai
menyerang prajuri. Komandan pasukan menyerukan panglima tertinggi Waleson
melalui surat untuk
tetap di Bone dan sekarang memanggil dewan perang bersama, yang bersepakat
untuk kembali ke Batavia (Jakarta) karena
keadaan kesehatan yang buruk. Secara keseluruhan, ekspedisi ini gagal karena
tidak ada keputusan politik apapun dan para pejuang Bone masih belum
terkalahkan
PERLAWANAN RAKYAT DI BONE
•
Perlawanan yang terkenal dalam menentang kolonialisme
Belanda adalah Perang Lampung (Lampong Oorlog) pada abad ke-19 yang dilancarkan
oleh Radin Intan dari Kalianda selama 30 tahun (1826-1856), sezaman dengan
Perang Jawa dari Pangeran Diponegoro serta Perang Paderi dari Tuanku Imam Bonjol.
Perang Lampung berakhir dengan gugurnya Radin Intan. Kini Radin Intan telah
ditetapkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai salah seorang Pahlawan
Nasional.
•
Selanjutnya, perlawanan diteruskan oleh Raden Imba
Kusuma ( 1832 ), dan Raden Intan 2 ( 1834 ).
•
Pada tahun 1917 daerah Lampung dibagi menjadi dua
afdeling dan enam onderafdeling. Pertama, Afdeling Teluk Betung yang meliputi
Onderafdeling Teluk Betung, Semangka, dan Katimbang. Kedua, Afdeling Tulang
Bawang yang meliputi Onderafdeling Tulang Bawang, Seputih, dan Sekampung.
•
Pada tahun 1819 – 1825 perlawanan dipimpin oleh Sultan
Najamuddin kemudian dilanjutkan oleh Sultan Badaruddin.
Protes para Petani
Penyebab :
karena adanya
praktik pemerasan dan penindasan yang dilakukan oleh para penguasa, khususnya
dalam menjalankan pungutan pajak, kerja paksa, dan penyewaan tanah, sehingga
menyebabkan rakyat menderita.
1. Ciomas dan
Ciampea
di bawah
pimpinan Mohammad Idris.
2. Purwakarta
Pada tahun
1913, 400 petani beramai – ramai
mendatangi bupati menuntut pengurangan pungutan cukai yang sangat berat.
3. Babakan
sawah
Pada bulan
Januari 1913 juga melakukan protes tentang pengukuran tanah dipimpin oleh
Eming.
4. Condet,
Surabaya
Pada tahun
1916 juga terjadi protes dibawah pimpinan Enteng Gendut.
5. Tangerang
Pada tahun
1924 di bawah pimpinan Kaiin.
6. Sidoarjo
Pada tahun
1903 dibawah pimpinan Kyai Kasan Mukmin.
7. Kediri
Pada tahun
1907 dibawah pimpinan Kyai Dermodjoja.
Tujuan Protes para Petani :
-
Menentang penindasan dan pemerasan.
-
Menginginkan perbaikan sistem pemungutan tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar