Perang Bali
By: @yuntrikristanti
Perang Bali
berlangsung pada tahun 1846-1849.
Penyebab
Perang Bali :
- Belanda menolak hukum Tawan Karang.
- Kerajaan Bali tidak mau memenuhi tuntutan Belanda
untuk menghapuskan hukum Tawan Karang.
- Belanda menuntut agar kerajaan bali mengakui
kekuasaan pemerintah Hindia-Belanda.
- Belanda minta
agar kerajaan Bali melindungi perdagangannya.
- Kerajaan Bali menolak untuk tunduk pada
pemerintag Hindia-Belanda.
Perang Bali
disebut juga perang Jagaraga, karena pusat
pertahanannya berada di Jagaraga. Desa Jagaraga sangat strategis untuk
pertahanan dan benteng “supit urang”. Benteng ini dikelilingi parit dengan ranjau
yang dibuat dari bambu untuk menghambat gerakan musuh.
Latar Belakang
Tahun 1843 I Gusti Ngurah Made dan I Gusti Ketut
Jelantik Gungsir memerintah kerajaan Buleleng dengan mencanangkan hak Tawan
Karang. Yang berisi merampas perahu asing beserta isinya yang terdampar di
wilayah kerajaan.
Pada tahun
1844 kapal Belanda terdampar di pantai Sangsit di wilayah Buleleng bagian
timur. Dan kapal itu dikenakan Hak Tawan Karang. Asisten residen Banyuwangi,
yaitu Ravia de Lignij, datang ke Bali untuk membuat perjanjian penghapusan hak
Tawan Karang dan menuntut agar kerajaan-kerajaan di Bali tunduk pada kekuasaan
Belanda. Tetapi raja Buleleng dan patihnya menolak kedua tuntutan itu.
Karena tuntutannya tidak diindahkan oleh Raja
Buleleng,kemudian Belanda menggunakan dalih kejadian ini dan menyerang kerajaan
Buleleng.pantai Buleleng diblokadekanan,istana Raja ditembaki dengan meriam
dari pantai. Dan Belanda mendaratkan pasukannya di Buleleng. Disamping
itu,Buleleng tidak dapat menghambat majunya laskar Belanda.
Akhirnya
Belanda pada tanggal 24 Juni 1846 menyampaikan ultimatum kepada Raja Buleleng.
Yakni dalam 3x24 jam Raja Buleleng harus mengakui kekuasaan dan melindungi
perdagangan Belanda. Korbanpun berjatuhan,dan akhirnya
Belanda dapat menduduki satu per satu daerah-daerah disekitar istana. I GUSTI
MADE KARANGASEM menghadapi situasi ini kemudian mengambil siasat pura-pura menyerah dan tunduk kepada Belanda.
Pada tanggal
27 Juni 1846, Belanda mendatangkan pasukan dan mendarat di pantai kerajaan
Buleleng. Karena kalah dalam persenjataan, Belanda berhasil merebut benteng dan
menduduki istana Buleleng. Raja Buleleng dan patih Jelantik mundur ke Benteng
Jagaraga. Mereka mengadakan perjanjian perdamaian. Perjanjian itu hanya untuk
mengatur siasat guna mempersiapkan
pasukan yang lebihbesar dan kuat. Kemudian mereka menyerbu pos-pos Belanda dan
menyebut senjata mereka.
Pada bulan Maret 1848,
Belanda mengirimkan kembali pasukan yang kedua dibawah pimpinan Mayor Jenderal
Van der Wijk.
Mereka menuntut agar Raja-raja Bali menyerahkan serdadu Belanda
dan para tahanan yang melarikan diri, serta minta maaf. Merasa tuntutan
diabaikan, jadilah pertempuran hebat. Pertempuran ini berhasil mendesak pasukan
Bali, sehingga pasukan Bali mundur ke benteng jagaraga.Pasukan Bali memusatkan pertahanannya di benteng ini. Di Jagaraga ini
tentara Bali berhasil menahan serangan tentara Belanda, bahkan tentara Belanda
mundur kembali ke Pantai.
Pada tahun 1849 ekspedisi yang ke 3 dikirimkan kembali
dengankeuatan kurang lebih 5000 pasukan, baik dari darat maupun laut. Tentara
ini kembali mendarat di Buleleng. Dari buleleng kemudian menuju Singaraja untuk
mengadakan perundingan – perundingan dengan kerajaan buleleng/karang asem.
Perundingan mengalami kegagalan karna Belanda selalu menuntut agar Bali tunduk
pada Belanda. Akibatnya, pertempuran meletus kembali dengan diserbunya Benteng Jagaraga
oleh Belanda. Tentara Bali berusaha mempertahankan benteng Jagaraga, dengan
semangat Perang Puputan, yakni perang habis-habisan sampai semua pasukan gugur.
Akhirnya pasukan Belanda dibawah pimpinan Jendral Michaels berhasil merebut
benteng Jagaraga.
Setelah itu,
perlawanan sebenarnya masih tetap berlangsung, tetapi sudah tidak begitu
berarti bagi Belanda. Sejak tahun 1849, Kerajaan-kerajaan Bali menjadi bagian
dari wilayah kekuasaan Hindia-Belanda.